Rasanya sudah jemu para pemerhati lingkungan dan
ilmuwan mengingatkan bahwa bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang tak
bisa diperbarui, juga tidak ramah lingkungan. Selain terancam punah, bahan
bakar jenis ini dikenal pemicu polusi udara nomor satu. BBM yang dipakai
kendaraan bermotor saat ini menghasilkan zat beracun seperti CO2, CO, HC, NOX,
SPM dan debu. Kesemuanya menyebabkan gangguan pernapasan, kanker, bahkan pula
kemandulan.
Pemerintah harus memberi perhatian khusus pada pengembangan
sumber energi bahan bakar alternative ramah lingkungan. Bahan bakar macam inilah yang kita kenal dengan
sebutan bioetanol. Indonesia berpotensi
sebagai produsen bioetanol terbesar di dunia.
Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18 %. Di Indonesia, minyak bioethanol sangat potensial untuk
diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya merupakan jenis tanaman yang
banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal masyarakat. Menurut Dr. Ir. Arif Yudiarto, periset di Balai Besar Teknologi
Pati. Ada 3 kelompok tanaman sumber bioetanol: tanaman yang mengandung pati
(seperti singkong, kelapa sawit, tengkawang, kelapa, kapuk, jarak pagar,
rambutan, sirsak, malapari, dan nyamplung), bergula (tetes tebu atau molase,
nira aren, nira tebu nira surgum manis) dan serat selulosa (batang sorgum,
batang pisang, jerami, kayu, dan bagas).
Seluruh bahan baku itu semuanya
ada di Indonesia. Bahan yang mengandung pati, glukosa, dan serat selulosa ini
bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Baru
segelintir produsen Indonesia mencetak keuntungan dari proses nilai tambah
bioethanol ini, padahal banyak perusahaan seperti PERTAMINA, pabrik kosmetik,
parfum, farmasi, dll. sangat membutuhkan dan siap menampung dalam jumlah
berapapun produk bioethanol ini, jadi potensi kedepan sangat “menjanjikan dan
tidak akan pernah mati”.
Keuntungan lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari
premium atau setara dengan PERTAMAX (ON) 92 sehingga dapat menggantikan fungsi
bahan aditif, seperti Metil Tertiary Butyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead
(TEL). Kedua zat aditif tersebut telah dipilih menggantikan timbal pada
premium. Etanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan premium hanya
87-88.
Secara teori, semua
kendaraan yang beroperasi dengan bahan bakar akan mempunyai nilai ekonomi bahan bakar yang satuannya adalah liter
per 100 kilometer. Nilai ekonomi bahan bakar ini biasanya berbanding lurus
dengan energi yang terkandung dalam bahan bakar. Tapi, pada faktanya ada
banyak variabel yang dapat mempengaruhi performa bahan bakar di dalam mesin.
Etanol sendiri memiliki energi per unit volume 34% lebih rendah daripada
bensin. Maka, teorinya adalah jika memakai bahan bakar etanol, maka jumlah
bahan bakar yang dikonsumsi akan lebih boros 34% daripada bensin biasa. Tapi
etanol memiliki kelebihan lain yaitu nilai oktan yang tinggi, maka mesin dapat
dibuat lebih efisien dengan cara meningkatkan rasio kompresinya hal ini
sama dengan kita menggunakan PERTAMAX dengan nilai oktan yang tinggi, Pertamax merupakan suatu bahan bakar bensin yang tidak
menggunakan campuran timbal dan metal lainnya yang sering digunakan pada bahan
bakar lain untuk meningkatkan nilai oktan sehingga Pertamax merupakan bahan
bakar yang sangat bersahabat dengan lingkungan sekitar.
Jadi bisa kita simpulkan Bioetanol dan pertamax merupakan
bahan bakar yang ramah lingkungan, selain mengurangi efek polusi timbal karena
pertamax dan bioetanol kandungan timbalnya sangat sedikit dibanding premium,
hal ini tentu akan berdampak baik untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan
Ini Ide ku mana dan #ApaIdemu ??
(Better Environment for a Better Life)
@PertamaxIND
@PertamaxIND