Saturday 15 June 2013

Bioetanol Bahan Bakar yang Ramah Lingkungan

Rasanya sudah jemu para pemerhati lingkungan dan ilmuwan mengingatkan bahwa bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang tak bisa diperbarui, juga tidak ramah lingkungan. Selain terancam punah, bahan bakar jenis ini dikenal pemicu polusi udara nomor satu. BBM yang dipakai kendaraan bermotor saat ini menghasilkan zat beracun seperti CO2, CO, HC, NOX, SPM dan debu. Kesemuanya menyebabkan gangguan pernapasan, kanker, bahkan pula kemandulan.

Pemerintah harus memberi perhatian khusus pada pengembangan sumber energi bahan bakar alternative ramah lingkungan. Bahan bakar macam inilah yang kita kenal dengan sebutan bioetanol. Indonesia berpotensi sebagai produsen bioetanol terbesar di dunia.

Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18 %. Di Indonesia, minyak bioethanol sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal masyarakat. Menurut Dr. Ir. Arif Yudiarto, periset di Balai Besar Teknologi Pati. Ada 3 kelompok tanaman sumber bioetanol: tanaman yang mengandung pati (seperti singkong, kelapa sawit, tengkawang, kelapa, kapuk, jarak pagar, rambutan, sirsak, malapari, dan nyamplung), bergula (tetes tebu atau molase, nira aren, nira tebu nira surgum manis) dan serat selulosa (batang sorgum, batang pisang, jerami, kayu, dan bagas).

Seluruh bahan baku itu semuanya ada di Indonesia. Bahan yang mengandung pati, glukosa, dan serat selulosa ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Baru segelintir produsen Indonesia mencetak keuntungan dari proses nilai tambah bioethanol ini, padahal banyak perusahaan seperti PERTAMINA, pabrik kosmetik, parfum, farmasi, dll. sangat membutuhkan dan siap menampung dalam jumlah berapapun produk bioethanol ini, jadi potensi kedepan sangat “menjanjikan dan tidak akan pernah mati”. 

Keuntungan lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari premium atau setara dengan PERTAMAX (ON) 92 sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif, seperti Metil Tertiary Butyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead (TEL). Kedua zat aditif tersebut telah dipilih menggantikan timbal pada premium. Etanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan premium hanya 87-88.

Secara teori, semua kendaraan yang beroperasi dengan bahan bakar akan mempunyai nilai ekonomi bahan bakar yang satuannya adalah liter per 100 kilometer. Nilai ekonomi bahan bakar ini biasanya berbanding lurus dengan energi yang terkandung dalam bahan bakar. Tapi, pada faktanya ada banyak variabel yang dapat mempengaruhi performa bahan bakar di dalam mesin. Etanol sendiri memiliki energi per unit volume 34% lebih rendah daripada bensin. Maka, teorinya adalah jika memakai bahan bakar etanol, maka jumlah bahan bakar yang dikonsumsi akan lebih boros 34% daripada bensin biasa. Tapi etanol memiliki kelebihan lain yaitu nilai oktan yang tinggi, maka mesin dapat dibuat lebih efisien dengan cara meningkatkan rasio kompresinya hal ini sama dengan kita menggunakan PERTAMAX dengan nilai oktan yang tinggi, Pertamax merupakan suatu bahan bakar bensin yang tidak menggunakan campuran timbal dan metal lainnya yang sering digunakan pada bahan bakar lain untuk meningkatkan nilai oktan sehingga Pertamax merupakan bahan bakar yang sangat bersahabat dengan lingkungan sekitar.


Jadi bisa kita simpulkan Bioetanol dan pertamax merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan, selain mengurangi efek polusi timbal karena pertamax dan bioetanol kandungan timbalnya sangat sedikit dibanding premium, hal ini tentu akan berdampak baik untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan

Ini Ide ku mana dan #ApaIdemu ??
(Better Environment for a Better Life)
@PertamaxIND